Trip



Sejak sebelum subuh saya bersama keluarga sudah meninggalkan rumah. Pagi ini saya hendak ke sisi pantai. Berlibur menghilangkan rasa penat. Penat setelah satu hari sebelumnya mengikuti pelatihan CGP. Calon Guru Penggerak.

Menembus pagi yang dingin. Jalan masih lengang. Padahal biasanya di jalur itu selalu terjadi kemacetan. Kali ini tidak, karena sebagian kendaraan yang biasa memenuhi jalan itu masih terparkir di garasi. Pengemudinya masih lelap tertidur di atas peraduan.

Setelah 45 menit perjalanan, kumandang azan subuh terdengar. Saya menepikan kendaraan. Masuk ke stasiun pengisiaan bahan bakar, untuk sejenak bersujud. Fasilitas musholla yang ada disana kami gunakan untuk sujud, menunaikan kewajiban shalat subuh.

Setalah kami mengucapkan untaian doa kala shalat usai, saya bangkit, lalu bergegas menuju mobil yang diparkir. Perjalananpun dilanjutkan. Saya masih yang mengendalikan kemudi. Lalu lalang kendaraan masih lengang. Saya bebas memacu kendaraan, tak khawatir, karena jalan masih sepi. Meski demikian, saya tak memacunya dengan kecepatan optimal.

Setelah berkeluarga dan hadir putri tercinta, keberanian memacu dengan kecepatan tinggi nyaris hilang. Naluri, entah apa. Saya sendiri tak tahu penyebabnya. Atau bisa jadi karena bertambahnya usia dan tanggung jawab. Sehingga segala keputusan diambil dengan banyak pertimbangan, termasuk urusan menginjak pedal gas.

Setelah dua jam lebih perjalanan, kami sampai dirumah besar kediaman seorang teman. Rumah keluarga  bapak Anwar dan ibu Rayi. Bu Rayi adalah teman sepekerjaan. Saya mengajar satu sekolah dengannya. Saya sudah mengenal baik dengan keluarganya.

Saya berhenti di depan rumah itu. Rumah berlantai dua yang besar. Pagar besi rumahnya berwarna hitam, nampak kuat. Halaman dengan rumput hijau yang tertata. Diantara tanaman, ada pohon jeruk limau yang sedang berbuah lebat. Dari luar pagar saya mengucapkan salam. Pak Anwar yang sedang membantu tukang yang bekerja menjawab salam. Pa Anwar sedang membangun kios di depan rumahnya.

Ia menoleh kearah saya. Ketika melihat yang datang adalah saya dan keluarga, iapun bangkit berdiri. Berjalan ke arah saya dengan tergopoh. Dibukanya pintu pagar, ia menyambut kedatangan saya dan keluarga dengan hangat, kamipun bersalamn.

Saya, istri, dan kedua anak saya dipersilahkan masuk ke rumahnya oleh pak Anwar. Dari balik pintu rumahnya bu Rayi menyambut kami sekeluarga. Rumah yang bagus dan mewah. Pernak pernik dirumahnya terlihat unik, dan tertata.

Saya diminta masuk, lalu dipersilahkan duduk. Setelah kami duduk, bu Rayi izin kebelakang untuk menyiapkan minum. Kedatangan kami yang mendadak, membuat ia nampak kerepotan. Rasanya tak enak hati karena saya dan keluarga merepotkan ia sekeluarga. Tetapi sepertinya ia nampak senang mendapat kunjungan kami.

Teh manis hangat disuguhkan. Sepiring pisang goreng turut dihidangkan. Kami bercengkrama, sebelunya saya tak lupa memperkenalkan anggota keluarga yang turut berkunjung ke rumahnya.

Kedatangan kami di rumah bu Rayi hanya sekedar mampir. Menjemput pa Dian yang hendak ikut ke pantai bersama kami sekeluarga. Pa Dian juga teman mengajar satu sekolah.

Satu hari yang lalu, saya kontek pa Dian. Saya menawarkan padanya untuk ikut bersama kami sekeluarga berlibur ke pantai. Gayung bersambut, ia bersedia ikut bersama kami. Kami membuat janji.
"Kita bertemu di rumah bu Rayi jam 07.00 nanti." Ucap saya padanya.

Di rumah bu Rayi ia dapat memarkir motor varionya. Tak khawatir, di sana aman. Letak rumah pa Dian di Muncang, sementara saya datang dari arah Bogor. Sehingga tepat menjadikan kediaman bu Rayi sebagai titik kumpul.

Sebelum saya sampai, pak Dian sudah lebih dulu datang. Dengan demikian tak harus menunggu.

Saya menghabiskan sisa teh manis dicangkir itu. Begitupun istri dan anak saya. Hanya si bungsu yang tak menghabiskan minumnya.
"Ga kuat, belum pingin minum". Jawabnya pelan ketika saya minta ia menghabiskan teh yang ada di hadapannya.

Saya izin untuk melanjutkan perjalanan. Jika keasiyikan bercengkrama, akan terlalu siang sampai ditempat tujuan. Kami  pamit lalu bersalaman. Bu Rayi dan suami mengantarkan kami menuju gerbang. Kami menaiki kendaraan. Memutar arah, lalu pergi. Lambaian tangan bu Rayi dan keluarga mengiringi keberangkatan kami.

Pa Dian duduk di kursi depan, di samping saya yang mengemudikan kendaraan. Kami bercengkrama, pembicaraannya tak fokus hanya pada satu tema. Apa saja, terutama tema urusan sekolah.

Setelah satu jam perjalanan, rasa ngantuk datang. Konsentrasi mulai berkurang. Pa Dian menangkap sinyal itu. Ia menawarkan diri untuk menggantikan saya duduk dibelakang kemudi. Saya meng iyakan tawarannya. Kemudian mencari titik yang pas untuk berhenti. Saya melihat lokasi yang pas didepan sana. Pedal rem di injak, mobilpun berhenti di lokasi itu. Setelah berhenti rem tangan ditarik ke atas. Sayapun turun, begitu pula pa Dian. Kami bertukar posisi. Sekarang pa Dian duduk dibelakang kemudi, sebagai navigator saya duduk disampingnya. Kami melanjutkan perbincangan, sayang konsentrasi saya mulai hilang. Saya tak kuat lagi menahan ngantuk. Sayup terdengar suara musik, dan akhirnya saya tertidur pulas di kursi depan kendaraan.

Saya terjaga, ketika kelakson dengan suara nyaring dibunyikan oleh pengemudi yang kendaraannya kami dahului. Entah mengapa pengemudi itu membunyikan keras kelaksonnya.

Kendaraan terus melaju kencang, tidur kembali dilanjutkan.

Akhirnya kami sampai di tujuan. Pelelangan ikan pasar Binuangeun tujuan pertama. Pedagang ikan berjajar, banyak sekali jenis ikan yang dijual. Saya memilih udang dan cumi untuk dibawa pulang. Selain itu tak lipa memilih ikan lain untuk dibakar, lalu disantap bersama. Tak tau nama jenis ikan itu, tapi referensi penjualnya hingga saya memilih ikan jenis itu untuk dibakar.

"Nikamt pak jika dibakar masih segar" itu yang dikatakan oleh pedagang yang menjualnya.

Bergegas menuju pantai. Kami tak membawa alat panggang. Terpaksa meminta bantuan ke warung makan yang biasa menerima pesanan ikan bakar. Bedanya kami membawa ikan sendiri.

Tak sampai 30 menit, ikan sudah siap disantap. Pelayan berbaju biru dan berkerudung coklat yang membawa ke saung tempat kami duduk berkumpul. Nampak baju dan kerudung yang dikenakan tak mach. Tapi sudahlah, yang penting ikan bakarnya sudah siap disantap. Sambal, lalaban, dan karedok jadi menu tambahan. Tak menunggu lama, perut yang sudah lapar, hingga kami langsung menyerbu hidangan yang tersedia.

Makan usai, perut sudah terisi. Sholat zuhur sudah ditunaikan. Saatnya go home. Kami bersiap. Mengecek barang yang dibawa. Jangan sampai ada yang tertinggal. Setelah yakin, kami semua masuk kedalam mobil. Mesin dinyalakan, mobilpun perlahan meninggalkan lokasi itu.

Perjalan pulang terasa panjang. Mungkin karena lelah dan mengantuk. Mengusir lelah dan mengantuk terbantu oleh si kaka yang memutar beberapa lagu. Meski masih remaja, ia ngefans dengan artis senior. Rossa salah satunya. Terlalu Cinta adalah lagu yang diputarnya waktu itu.

Saya suka hampir semua lagu yang dipopulerkan Rossa. Pertama terkesan dengan penampilan penyanyi mungil ini ketika ia membawakan lagu di salah satu acara kuis. Judul lagunya adalah Leaving on a Jet Plane milik John Denver. Waktu tampil dalam acara tersebut Rossa masih berstatus mahasiswi di UI.

Terlanjur bermemori, saya meminta si kaka memutar beberapa lagu lawas. Dari mulai lagu barat, hingga melayu. Saya meminta diputarkan lagu 90an. Iapun mencarikan lagu pesanan saya. Tembang milik MLTR diputarnya. Sleeping Chaild lagu yang dipilih untuk diperdengarkan kepada saya. Usai menikmati tembang itu, lagu lawas yang dinyanyikan grup musik Roxxet asal Swedia diputar. Judulnya It Must Have Been Love.

Lagu lama mengingatkan kembali  peristiwa lama. Dimana pada masa itu, ada berjuta kenangan indah. Lagu yang diperdengarkan berkali-kali di waktu tertentu akan melekat dalam fikiran. Kemudian dimasa berikutnya jika mendengar lagu yang sama maka akan terkenang.

Jalan menuju kediaman bu Rayi sudah nampak. Saya hatus mengantar pa Dian kembali ke sana. Honda varionya di rumah itu, ia harus pulang kerumahnya dengan motor kesayangannya.

Setelah mengantar pa Dian, perjalanan dilanjutkan. Saya yang mengemudikan sekarang. Lelah selali rasanya. Mengusir lelah dengan bercengkrama bersama. Membahas apa saja, termasuk menu yang akan dibuat dengan ikan yang kami bawa ini.

Sudah hampir sampai dirumah, lagu masih diputar. Tembang terakhir jelang tiba dirumah adalah lagu kesukaan saya. Gala-gala, lagu bang haji yang paling saya suka.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolak Ramadhan

Kembali Menanyai

Bertani Dimasa Pandemi