Pagi ini


Pagi ini saya sudah menyantap sarapan. Biasanya tak sepagi ini, karena harus antar si sulung ke kampusnya, hingga menyantap sarapan harus lebih pagi dari biasanya.

"Khawatir masuk angin". itu yang menjadi alasan istri, menyiapkan sarapan sepagi itu.

Jam 05.40 saya bersiap, jaket, dan helm, sudah dikenakan. Motor dinyalakan, tak lama perjalanan dimulai. Keluar dari gank, masuk ke jalan raya. Jalan H. Mawi pagi ini lengang. Tak seperti di hari kerja. Sehingga sepeda motor bisa dipacu lebih cepat.

Sekitar 10 menit menyusuri Jalan H. Mawi, sampailah di pasar Parung. Aktivitas pasar yang tumpah ke jalan, membuat perjalanan tersendat. Saya harus sabar, mengantri kemacetan. Beberapa pengendara lain mengambil lajur kanan. Jika seperti ini biasanya perjalanan akan semakin tersendat. Kendaraan yang berlawan arah akan terhalang. Prilaku seperti ini membuat kemacetan semakin parah.

Selepas melewati kemacetan, saya masuk ke jalan raya Ciputat-Parung. Jalan dua lajur ini juga lengang. Pengendara bisa menarik gas semaunya, yang penting punya nyali untuk itu. Saya memilih kecepatan sedang. Berkendara dengan kecepatan tinggi, sudah tak pernah dilakukan lagi.

Terakhir ngebut di jalan raya saat masih berseragam abu-abu. Sudah lama sekali. RX King teman sering saya gunakan untuk aksi kurang baik itu. Selain RX King pinjaman, beberpa kali menggunakan Suzuki RGR 5 speed untuk aksi serupa. Tiap akhir pekan, suami kaka perempuan saya datang ke rumah. Tujuannya untuk menjenguk bapak mertuanya. Saya gunakan kedatangannya untuk menjajal kehandalan mesin Suzuki RGRnya itu. Alasannya pinjam sebentar, ada keperluan. Tetapi kenyataannya, bisa berjam-jam. Tergantung banyaknya bensin di dalam tanki motor, atau di jalan bertemu dengan siapa. Jika sudah seperti itu, mode cemberut akan di tampilkan. Saya akan diintrogasi sesampainya di rumah. So, saya akan santai dan tenang menjawab tiap pertanyaan yang diajukan. Dan pekan depan, hal serupa akan terulang.

Waktu itu Suzuki RGR adalah motor yang luar biasa. Fitur 5 speednya membuat percaya diri naik ketika menyalip kendaraan di depan, meski sempit.

Saya terus menyusuri jalan raya itu. Sesekali menoleh ke kiri dan kanan jalan. Tak membawa uang cash, hingga harus mencari mesin ATM. Mengambil uang sekedar membeli bensin, dan untuk membeli air minum. Berhenti di salah satu gerai ATM, mampir lalu perjalanan dilanjutkan.

Perjalanan sudah memasuki kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Lalulintas lebih ramai. Meski tak sepadat di hari kerja. Didepan kampus UIN Jakarta jalan lancar, di hari perkuliahan mahasiswa memadati gerbang, hingga halte. Kerumunan yang membuat lalulintas tersendat. Angkot yang berhenti menunggu para penumpang naik, semakin memperparah kemacetan.

Beberapa menit kemudian, sampailah di tapal batas. Gapura selamat jalan dari provinsi Banten, dan selamat datang di wilayah DKI Jakarta. Batas kedua wilayah itu adalah sungai Pesanggrahan. Hulu sungai ini berada di Kabupaten Bogor. Alirannya membelah kota Depok, lalu mengalir ke Jakarta dan Tangsel. Sesekali sungai ini meluap ketika musim hujan, hingga menimbulkan banjir pada kawasan sekitar DAS.

Tak jauh dari batas kedua provinsi itu, ada Sekolah Polisi Wanita milik POLRI, orang menyebutnya Skopolwan Pasar Jumat. Di depan sekolah polwan itu terdapat halte yang ramai sekali. Halte itu selalu ramai, karena tempat transit bagi penumpang yang tinggal di daerah penyangga ibu kota,  yang hendak menuju pusat kota Jakarta. Di belakang kanan halte itu ada gambar besar seorang polisi. Polisi itu adalah Jendral Hoegeng. Beliau mantan kapolri yang menginspirasi polisi baik di Indonesia. 

Melewati kawasan Pasar Jumat, saya diberhentikan oleh lampu merah. Lampu merah Pondok Pinang. Lampu merah ini berada di perempatan menuju Kebayoran Lama dan jalan TB. Simatupang. Di lampu merah ini saya mengambil arah ke kanan menuju jalan TB. Simatupang. Lampu berganti warna, kuning, kemudian hijau. Lampu hijau menyala, gas ditarik dan cuss..

Hanya beberapa ratus meter jumpa kembali dengan lampu merah. Lampu merah arah Pondok Indah. Jika hendak ke Pondok Indah, silahkan ambil lajur kiri. Saya tetap mengambil lajur kanan untuk terus ke arah Kampung Rambutan.

Dari Pondok Pinang hingga kampung Rambutan, saya selalu mengambil jalur tengah. Karena memang jalan menuju Kampung Rambutan dari arah Pondok Pinang, lurus tak belok kiri atau kanan. Kami melewati perempatan Fatmawati, Cilandak, perempatan Buncit Raya, hingga Pasar Rebo.

Membelah Jakarta dari selatan menuju timur di akhir pekan sangat menyenangkan. Menikmati jalan kota, tanpa harus merasakan kemacetan. Menikmati pemandangan gedung bertingkat yang menjulang dengan taman indah yang tertata rapi di bawahnya.

Saya sudah hafal dengan jalur ini. Tempat tinggal saya yang berada di kawasan penyangga, membuat saya sering datang untuk sekedar keliling kota Jakarta.

Kami sudah sampai di tempat tujuan. 1 jam 20 menit perjalanan yang kami lalui. Perjalanan ini tanpa halangan yang berarti.  Tak hanya hari ini, mengantar buah hati bepergian sering saya lakukan. Beberapa kali pergi berdua ke toko buku. Mencari beberapa buku yang ia inginkan. Memilih 2 dari 3 buku yang disukai tak mudah. Biasanya kami berdiskusi, hingga harus berargumen dalam memilih buku yang akan dibawa pulang.

Ketika mencari kampus untuknya kuliah, kami harus bercommuter line, dan berbus way. Di dalam angkutan publik itu saya selalu menggenggam erat tangannya. Terlihat nyaman sekali ia bersama ayahnya. Tak ada raut cemas sedikitpun dalam perjalanan bersama cinta pertamanya. 

Memasuki waktu makan ketika di dalam perjalanan adalah hal yang menyenangkan baginya. Hoby kulinernya bisa tersalurkan dengan baik. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolak Ramadhan

Kembali Menanyai

Bertani Dimasa Pandemi