Mengelola Rasa



Dalam wawancara di sebuah acara Najwa Shihab melontarkan pertanyaan kepada Anies Baswedan.

" Anda menyesal tidak di resufle presiden?" Anis yang cerdas tak terlihat gerogi dengan pertanyaan itu.

Pertanyaan yang dilontarkan Najwa Shihab sulit. Banyak orang tak bisa menjawab dengan tepat ketika mendapat pertanyaan seperti itu. Pertanyaan menjebak yang bisa saja jawabannya akan terdengar tak nyaman pada sebagian orang. Tetapi tidak dengan Anies Baswedan, ia mampu menjawab dengan tepat. Jawabanya terdengar nyaman di hampir semua telinga para pendengarnya.

"Menyesal itu soal rasa, rasa bisa dikelola" itu poin jawabanya.

Masih ada penjelasan dan argumen lain dari Anies, tetapi itu poinnya. Banyak orang yang gagal karena tak bisa mengolah rasa pada dirinya. Rasa yang dibuat ribet, akan membuat hidup menjadi ribet. Rasa yang dibuat simpel, maka hidup akan terasa simpel.

Rasa itu tak hanya menyesal, ada kecewa, benci, cinta, nyaman, gelisah, dan masih banyak lainnya. Semua itu selalu kita jumpai dalam keseharian di kehidupan ini. Uniknya rasa itu tak ada yang permanen. Semua sangat mungkin berubah. Pagi hari membenci, sore hari mencintainya. Siang merasakan kenyamanan, malam tiba seketika datang rasa gelisah.

Karena rasa itu unik, maka tiap orang harus mampu mengelolanya. Jangan sampai rasa yang ada  membuat terpuruk, dan jadi penyebab kegagalan dalam hidup.

Cinta yang terlihat indah, akan membawa malapetaka diujungnnya, kala rasa itu tak dikelola dengan baik. Banyak cinta yang berakhir dengan permusuhan. Karena dalamnya rasa cinta, ada yang hingga meregang nyawa.

Begitu pula dengan benci. Rasa benci dapat pula berubah menjadi cinta. Bukan tak mungkin yang hari ini paling dibenci, suatu saat nanti menjadi yang paling dicinta.

"Tak ada kawan sejati, tak ada musuh abadi, yang ada kepentingan pribadi."
Ungkapan yang dibahasakan untuk para politikus ini membuktikan bahwa rasa bisa dikelola di dalam hati.

Kala diberhentikan sebagai skuad kabinet Indonesia Bersatu mungkin Anies kecewa. Karena kehilangan jabatan biasanya lebih menyakitkan dibanding kehilangan mata pencarian. Tetapi bisa saja rasa kecewa yang dulu pernah ada pada Anies, hari ini telah berubah. Peristiwa mengecewakan saat  itu, menjadi periatiwa yang kini ia syukuri. Jika dulu ia tak melalui proses itu, mungkin tak akan ada Anies yang sekarang. Kekecewaan yang ia alami mengundang simpati, hingga berhasil menghantarkannya duduk menjadi DKI 1.

Anies Baswedan sukses karena mampu mengelola rasa. Hari ini ia menjadi bakal calon presiden terfavorit karena ia mampu mengelola rasa selama 5 tahun duduk pemimpin di Jakarta. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolak Ramadhan

Kembali Menanyai

Bertani Dimasa Pandemi