Nur Part 2

Pestapun akan digelar. Persiapan sudah di lakukan. Undangan, gedung, catering, hiburan, dan acara adat yang akan ditampilkan, semua sudah fix, tinggal menunggu hari H.

Undangan dengan tulisan tinta emas sudah disebar. Informasi yang disampaikan panitia, lebih dari seribu lembar surat undangan sudah sampai kepada para calon tamu yang nanti akan hadir dalam pernikahan Syarif dan Siska Anggraeni.

Gedung yang menjadi tempat pernikahan dan resepsi sudah ok. Tapi pengelola masih merapikan beberapa bagian. Pengecatan dinding gedung juga sedang proses pelaksanaan, paling lambat hari ini akan selesai. Warna putih dinding yang kusam, dipoles kembali. Nampak bersih, tak ada noda, bahkan hampir seperti baru. Pelafon gedung dengan noda bekas bocor juga selesai dirapikan.

Ada beberapa menu yang akan disajikan dalam pesta resepsi nanti. Masakan ala Makasar akan dihidangkan, disamping menu lain yang biasa ada dalam pesta pernikahan. Keluarga mempelai wanita memiliki darah Makasar, sehingga menu yang disajikan nanti, bisa jadi nostalgia keluarga.

Hiburan pada pesta nanti adalah live musik. Penyanyi dan band pengiring sudah siap tampil, lagu pesanan yang akan dinyanyikan nanti, sudah disiapkan. Sound system yang digunakan dalam gelaran nanti adalah yang terbaik di kota itu. Band pengiring sudah memiliki jam terbang yang tak perlu diragukan lagi. Penyanyi yang akan tampil nanti adalah artis akademi pada salah satu tv swasta. Meski tereliminasi pada babak penyisihan, tetapi kemampuan olah vokalnya tak diragukan lagi.

Sepertinya akan meriah sekali pesta nanti. Pesta dengan adat Betawi, karena Syarif adalah orang Betawi asli. Penampilan para seniman akan seru. Pastinya akan bertaburan pantun dalam tradisi Membuka Palang Pintu nanti. Tiap bait yang diucapkan akan sepontan diiringi kata "cakeeeeep" oleh semua yang hadir di acara itu.

Syarif turun langsung memastikan undangan yang disebar. Begitupun dengan gedung yang disewa, catering yang dipesan, juga hiburan dan adat yang akan digelar. Bahkan Syarif mengubungi via telpon artis yang akan membawakan lagu nostalgia kesukaannya. Jangan sampai lagu yang diingini Syarif, berbeda dengan lagu yang di maksud sang artis.

Sampailah pada hari yang ditunggu-tunggu. Pernikahan Syarif dengan Siska Anggraeni. Setelah ijab kabul, dilanjutkan dengan resepsi. Tamu berdatangan, teman kantor, teman kuliah, dan teman masa SMA nya dulu semua hadir. Syarif tak mengundang Nur. Nur adalah masa lalu Syarif. Harus dikubur dalam-dalam. Tak boleh ada lagi rasa bersama Nur.

Syarif tak membenci Nur, tak mengundangnya bukan berarti benci atau dendam. Syarif sudah menghapus nama itu di dalam  relung hatinya. Nur telah bersuami, tak boleh ada lagi nama itu di hatinya. Mengundang Nur hanya akan membuat luka yang sudah lama mengering terasa perih kembali.

Pesta meriahpun usai. Syarif dan Siska menuju kendaraan yang siap mengantarkan keduanya menuju villa yang sudah dipesan. Keduanya akan berbulan madu. Sebuah villa mewah yang disewa oleh perusahaan tempat Syarif bekerja, sebagai hadiah pernikahannya.

⚘⚘⚘  ⚘⚘⚘  ⚘⚘⚘  ⚘⚘

Syarif hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Bukan hanya memiliki istri yang cantik, buah cintapun sudah  hadir dalam kehidupannya. Seorang anak laki-laki yang lucu. Sepertinya saat besar nanti, putranya akan tumbuh menjadi pria tampan seperti papahnya.

Pekan depan litlle boy itu genap berusia dua tahun. Bersama istrinya, Syarif menyiapkan pesta kecil. Sekedar membeli kue ulang tahun, dan membagikannya kepada tetangga kiri kanannya. Seperti yang dilakukan tetangganya ketik ada putra mereka berulang tahun. Membagikan kue adalah tradisi yang ada  di komplek tempat tinggalnya, ketika ada yang berulangtahun.

Beberapa bulan menikah, istri Sayrif hamil. Sembilan bulan kemudian melahirkan putra pertamanya. Sekarang usia pernikahannya sudah tiga tahun. Sedangkan usia putra pertamanya genap dua tahun.

Berbeda dengan Nur, bulan depan usia pernikahannya genap lima tahun. Meski sudah selama itu, belum ada tanda-tanda Nur bakal hamil. Bagaimana perasaan Nur jika tau mantan kekasihnya dulu, sudah memiliki seorang putra yang lucu.

"Jika Syarif menikah dengan aku, belum tentu ia sebahagia ini" sepertinya kalimat itu yang terus terlintas dalam fikiran Nur, jika dirinya tahu Syarif sudah memiliki momongan.

Hubungan Nur dengan Rizal tidak dalam keadaan baik-baik saja. Entah karena ia belum dikaruniai buah hati, atau memang sifat asli Rizal. Satu tahun terakhir sikap Rizal berubah, ia sering marah, salah sedikit saja, langsung meledak-ledak. Ucapannya kasar, beberapa kalimat yang dilontarkan sangat menyakitkan. bahkan suatu waktu Rizal sempat melayangkan tangan kekarnya ke arah wajah Nur.

Nur selalu menutupi sikap suaminya. Ia tak pernah menceritakan perangai buruk Rizal kepada siapapun, termasuk kepada ibunya. Nur takut ibu merasa bersalah. Karena pernikahannya bersama Rizal atas kehendak mamah.

Hati manusia mudah sekali berubah, dulu terlihat sangat mencintai, sekarang nampak sangat membenci. Atau sebaliknya, dulu membenci, sekarang mencinta. Tuhan Yang Maha Kuasa, maha membolak-balikan hati.

Semakin hari, biduk rumah tangga Nur semakin terombang-ambing, terpaan badai semakin terasa. Rasanya tak kuat lagi ia berlayar, dan akan karam. Nur terus bertahan, sekali ia mencurahkan masalahnya kepada Suci teman sekelasnya saat keduanya masih berseragam abu-abu dulu. Teman SMA yang hingga ia berumah tangga masih saja menyempatkan diri berkunjung. Rasanya tak kuat menanggung masalah ini sendiri. Harus ada teman atau siapapun yang bisa ia curhati, yang bisa mendengar keluh kesahnya.

⭐⭐⭐
Syarif bersiap, pagi ini ia hendak berangkat ke kantor. Setelah berpakaian ia menuju meja makan untuk sarapan. Sarapan pagi adalah kegiatan rutin sejak ia menikah. Ketika lajang ia jarang sarapan di rumah. Lebih memilih sarapan di warung yang ada dekat kantornya. Sekarang ia tak mungkin meninggalkan menu sarapan buatan istrinya yang sudah disiapkan di meja makan. Awalnya ia terpaksa sarapan di rumah, tetapi akhirnya ia terbiasa. Dan hari ini, ia tak bisa sarapan di luar. Ia sudah kecanduan menu sarapan yang selalu disajikan istrinya.

Usai sarapan Syarif belum beranjak, masih duduk di depan meja makan, Syarif  membuka pesan yang masuk di handphone yang digenggamannya. Sebuah pesan masuk, Syarif membukanya.

"Ada yang hendak aku bicarakan padamu, penting" pesan yang dikirim Suci masuk.

Syarif tak membalas pesan itu, ia malah bangkit lalu pamit dengan anak dan istrinya. Ia bergegas pergi menuju kantor.

Sampai di kantor Syarif menghubungi suci, menanyakan hal apa yang Suci sebutkan penting itu. Di ujung telpon Suci menceritakan kondisi Nur, tujuannya bukan apa-apa. Suci hanya ingin berbagi saja. Syarif pernah sangat dekat dengan Nur. Sehingga Suci merasa Syarif  boleh tau kondisi yang dirasakan Nur saat ini.

Meski Nur bukan siapa-siapa lagi bagi Syarif, tetapi mereka pernah sangat dekat. Pernah menjadi sepasang kekasih yang bertahun-tahun begitu dekat. Kebersamaan yang pernah meraka jaga, agar keduanya merasa nyaman. Kebersamaan yang mereka rawat, hingga awet bertahun lamanya.

Syarif mendapatkan kontak Nur dari Suci. Ia ragu untuk menghubunginya. Jika ia mengontak Nur, mungkin beresiko, bukan menyelesaikan masalah, tetapi malah memperkeruh suasana. Jika tau suaminya akan marah besar. Bisa jadi Nur akan kembali mendapat tindakan kekerasan dari suaminya.

Syarif termenung, ia tak mengambil sikap apapun. Hanya bisa menunggu. Menunggu berita yang akan sampai padanya dari Suci.

Suatu ketika Suci mengabarkan kepada Nur bahwa ia bertemu Syarif. Sayang sekali kabar itu disampaiakn lewat WA,  Hingga diketahui Rizal.

Setelah mengetahui itu, Rizal marah besar. Menuduh macam-macam kepada Nur. Nur hanya bisa diam, tak melalukan pembelaan. Membela diri hanya menyulut kemarahan Rizal. Nur sudah tak mau lagi dibentak atau mendapat perlakuan kasar dari Rizal, hingga ia hanya membisu di hadapan suaminya.

Rasanya tak kuat lagi menghadapi ini, menghadapi Rizal suaminya. Terlintas ingin berpisah, menyudahi hubungan ini. Mereka belum mempunyai buah hati dari pernikhannya, tak perlu ada yang dikhawarirkan berlebih. Tetapi ada dua keluarga besar yang harus dijaga nama baiknya. Bercerai bukan suatu yang haram, tetapi perbuatan ini dibenci oleh Allah.

Hubungan Rizal dan Nur berakhir di pengadilan agama. Bahtera yang diharapkan dapat menghantarkan keduanya menuju kebahagiaan bersamapun karam, tak kuat lagi menahan sapuan badai. Sidang terakhir dihadiri keduanya. Palu di ketuk sebagai tanda putusan cerai telah resmi. Keduanya tak lagi menjadi sepasang suami dan isteri. Satu sisi Nur lega atas keputusan ini. Tetapi pada sisi lain dadanya sesak. Ia merasa hidupnya gagal, salah memilih pasangan hidup. Atau memang kegagalan itu pada dirinya yang tak bisa memenuhi harapan suaminya.

Nur hidup sendiri dengan status barunya. Menjanda ketika usianya masih muda. Menyandang status ini berat bagi Nur. Di belakang sana, banyak orang yang menilai negatif. Mungkin juga sebagian mereka mencibir atas nasib yang menimpa Nur.

Nur lebih banyak murung dan menyendiri. Aktifitas di luar banyak ia kurangi. Pagi ia berangkat bekerja, sore pulang dan tak keluar rumah. Telpon genggamnya hanya aktif di jam kerja, jarang sekali diaktifkan ketika ia sudah pulang ke rumah.

Telpon sering dimatikan karena Nur khawatir Syarif menghubunginya. Nur tak mungkin melupakan laki-laki itu, jadi ia harus menghindar, jangan sampai Syarif menghubunginya.

Biar bagaimanapun bekas kekasihnya itu telah beristri, dan sudah memiliki buah hati. Tak boleh Nur membuka hati untuk Sayrif.

Lebih dari 4 bulan Nur menjanda, jika mau ia sudah boleh kembali menikah. Ia belum mau menikah, kegagalan kemarin masih menghantuinya. Ada trauma yang membekas dari pernikahan itu.

Selama 4 bulan menjanda bayangan Syarif terus menghantui. Tak mudah mengusir bayangan itu. Terlebih sejuta kenangan pernah terukir kala keduanya masih bersama. Nur harus segera mengusir bayangan itu. Kembali menikah adalah upaya terbaik agar bayangan itu hilang.

Siang itu Nur duduk sendiri di sebuah kedai kopi. Kedai yang ada di sebuah mall. Tak banyak pengunjung yang datang di mall itu. Jam kerja yang menyebabkan pengunjung tak terlalu ramai. Suasana kedai nyaman sekali. Selain udara yang sejuk, tata letak yang rapi, dan bersih, semakin pengunjung betah berlama-lama di dalamnya.

Seorang pelayan datang menghampiri Nur, memberi daftar menu yang ada di kedainya. Nur membuka lemabran menu yang disodorkan. Nur hanya memesan kopi hitam gula aren kesukaannya. Pelayan itu meninggalkan Nur, membawa selembar kertas pesanan.

Nur kembali membuka handphonnya. Ia membaca kembali pesan yang masuk, yang sebenarnya telah dibacanya. Ia datang ke kedai ini untuk memenuhi janji. Seorang temannya ingin bertemu. Ingin memperkenlkan Nur dengan seorang pria beranak dua yang sudah beberapa tahun menduda.

Pesanan kopi datang, Nur menutup handphonenya. Seorang pelayan mendatangi meja Nur. Pelayan itu langsung  meletakan secangkir kopi pesanannya tepat di hadapan Nur. Pelayan itu menyilahkan Nur, ia langsung mohon diri sejenak Nur mengucapkan "terimakasih".

Tak lama, sang sahabat datang dengan seorang laki-laki. Nama laki-laki itu Ridwan. Nampaknya ia pria mapan. Terlihat dari pakaian yang dikenakan.

Dari kejauhan sang sahabat sudah melambaikan tangan. Keduanya bergegas berjalan kearah meja Nur yang sedang duduk menunggu.

usia Ridwan skitar sekitar 40 tahun, posturnya tinggi, dan agak berisi. Kulitnya sawo matang. Meski tidak putih kulitnya, tetapi lumayan good looking.

Pertemuan biasa, hanya sebagai pertemuan untuk saling kenal. Tak ada kesepakatan apapun. Tema obrolannyapun hanya yang ringan-ringan saja.

Tak lama setelah perbincangan dirasa cukup, Nur mohon pamit. Ada keperluan lain sehingga obrolan harus dicukupkan. Semua balik kanan, dan membubarkan diri.

Nur masih dengan aktifitas biasa. Bekerja sejak pagi, hingga sore datang. Sore hingga jelang tidur, ia mengerjakan pekerjaan rumah. Setelah menunaikan shalat isya, ia memanjatkan doa. Berdoa untuk kebaikan diri dan kedua orang tuanya. Tak hanya itu, ia pula berdoa untuk jodohnya. Melupakan Syarif harus dengan kembali menikah. Ketika masih  menyendiri, tak hanya Nur, Syarif juga akan merasakan hal yang sama.

Hari pernikahan sudah ditentukan setelah lamaran berlangsung. Nur memutuskan dengan teguh untuk kembali menikah. Menikah dengan seorang laki-laki yang tak lama dikenalnya.

Ijab qabul antara wali dan mempelai pria sudah dilaksanakan. Tamu masih berdatangan untuk mengucapkan selamat kepada sepasang pengantin. Tak banyak yang diundang, hanya kerabat dekat. Keluarga dan beberapa teman dekat.

Nur sudah kembali bersuami. Ia menjalankan aktifitas sehari-hari sebagai istri dengan baik. Menyiapkan sarapan di pagi hari, dan menyiapkan keperluan lainnya. Seiring kebersamaannya, keduanya semakin nampak harmonis.

Nur berusaha menjaga keharmonisan keluarga barunya. Mereka sering melakukan aktifitas bersama. Belanja ke swalayan, menonton, dan berburu kuliner bersama, adalah aktifitas yang dipilih. Dari aktifitas itu membuat cinta keduanya tumbuh subur. Kebersamaan hingga terlihat semakin harmonis.

Ahad pagi yang cerah, secerah hati Nur yang berbunga-bunga. Hari ini adalah pekan ke empat usia pernikahannya. Masih terbilang pengantin baru. Usai menyiapkan sarapan pagi Nur menyirami tanaman. Kegiatan yang biasa dilakukan kala ia libur bekerja. Tanaman itu sudah nampak pucat, daunnya sudah tak segar lagi. Begitupun dengan bunga-bunganya. Tak hanya air, pupuk cair organikpun ia tuangkan pada bagian sekitar akarnya. Beberpa jam setelah disiram, biasanya tanaman-tanaman itu akan kembali segar. Koleksi tanaman yang ada di teras dan halaman rumah Nur lumayan banyak. Bejajar rapi dengan pot warna warni.

Nur masih terus menyiram tanaman, pesan masuk lewat Whatapp tak dihiraukannya, meski ia tahu beberapa pesan telah masuk. Aktifitas menyiramnyapun usai. Ia menutup keran, dan merapikan sisa pupuk cair yang digunakan. Setelah nampak rapi, Nur menuju kursi teras rumahnya.

Nur meraih telpon genggam di meja teras, lalu membukanya. Ia terkejut, setelah membuka pesan singkat yang dikirim Suci.

"Innalillahi, wa innaillaihi rojiuun. Nur, istri Syarif meninggal dunia pagi ini setelah subuh, infonya kena  serangan Jantung."

Sekujur badan Nur lemas tak bertenaga. Napasnya terasa sesak. Hanya diam dalam duduknya dengan tatapan kosong. ia kembali ingat dengan Syarif, fikirannya menerawang pada masa lalu. Masa ketika ia masih bersama. Saat keduanya selalu jumpa setiap hari di sekolah.

Fikirannya semakin dalam menerawang masa lalu. Ketika acara perpisahan sekolah, bertemu dengan orangtua Syarif juga tak luput dari ingatannya.

Nur nampak menangis, wajahnya memerah, airmatanya mulai deras berderai membasahi pipi. Beberpa kali ia mencoba mengeringkan, tetapi terus saja ada. Ia kembali mengambil beberapa lembar tisue yang ada di meja teras.

"Nur, mengapa?". Nur coba menenangkan diri, ketika suaminya tepat berada di hadapannya.

"Tak apa-apa mas" Nur berdiri, berlalu meninggalkan suaminya sendiri diteras depan rumahnya. Nur masuk ke dalam rumah menuju kamar mandi.

Ia tak menyesali pernikahannya, ia pun sudah sangat nyaman dengan pernikahannya. Ia hanya berfikir mengapa istri Syarif meninggal dunia begitu dekat dengan keputusan Nur untuk kembali menikah.

"Andai aku menunda satu bulan saja pernikahan itu, ceritanya akan lain". Ucap Nur lirih.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolak Ramadhan

Kembali Menanyai

Bertani Dimasa Pandemi